Interkoneksi adalah masalah krusial dalam regulasi telekomunikasi ketika industri telekomunikasi bertransformasi dari struktur monopolistik menjadi kompetisi. Salah satu kunci keberhasilan kompetisi dalam industri telekomunikasi, adalah regulasi yang memadai. Regulasi interkoneksi yang ada saat ini masih berbasis time division multiplexing (TDM) yang dirasakan kurang memadai untuk jaringan komunikasi wireless yang berbasis teknologi internet protokol (IP).

Oleh karena itu perlu dilakukan kajian interkoneksi untuk dimanfaatkan sebagai bahan/masukan bagi regulator dalam penyusunan pengaturan interkoneksi berbasis IP, yang meliputi aspek teknis, aspek biaya/ekonomi, aspek sosial, serta dampaknya terhadap sistem pentarifan yang berlaku. Tujuan kajian adalah tersusunnya pengaturan tentang interkoneksi yang menjadi dasar dan pedoman bagi pelaku industri dalam melakukan interkoneksi.

Interkoneksi yang ada meliputi interkoneksi TDM ke TDM, TDM ke IP dan IP ke IP. Interkoneksi TDM ke TDM adalah interkoneksi yang ada saat ini, interkoneksi ini berbasis circuit switch dan terjadi untuk teknologi seluler 2G untuk layanan suara dan SMS. Pada interkoneksi TDM ke IP terjadi pada layanan voice dan SMS yang berjadi pada teknologi 2G dan 3G, sedangkan interkoneksi IP ke IP.  Tahapan implementasi interkoneksi berbasis IP ke IP meliputi terminasi layanan circuit switch (2G) yang diperkirakan pada tahun 2019, komitmen penggelaran layanan komunikasi berbasis IP, pembenahan PoI dan PoC berbasis regional menjadi 6/7 PoI yang sama untuk semua operator, penentuan biaya pungut interkoneksi dengan menggunakan LRIC bottom up, evaluasi implementasi, penentuan regulasi.

Interkoneksi berbasis IP memberi dampak turunnya tarif interkoneksi, meningkatkan trafik data, menuju trafik simetri, operator meningkatkan layanan komunikasi data, biaya interkoneksi cenderung ke arah BAK/SKA,  mendorong operator memperluas jaringan dengan menggelar infrastruktur jaringan akses.  Beberapa rekomendasi meliputi izin penyelenggaraan ISP dan NAP diatur oleh regulator, Regulator mewajibkan operator jasa memiliki server di Indonesia, jaringan backbone yang dimiliki oleh operator saat ini diakuisisi oleh regulator menjadi fasilitas bersama, dan penataan PoI di setiap regional perlu dilakukan secara bertahap.

Fullscreen Mode