Perkembangan Pesat Penggunaan Internet di Indonesia

Keberadaan jaringan internet cepat, terutama 4G LTE yang telah dibangun oleh operator seluler sejak 2015, telah mendorong pertumbuhan penggunaan internet secara signifikan di Indonesia.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Merza Fachys, mengungkapkan berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 215,6 juta.

“Angka ini setara dengan 78,2% dari total populasi, melebihi rata-rata pengguna internet di Asia yang hanya mencapai 73%,” ujar Merza dalam keynote speech pada acara Selular Awards ke-20 yang diselenggarakan oleh Selular Media Network (SMN) pada Senin (26/6/2023).

Data lain menunjukkan bahwa 98% penduduk Indonesia mengakses internet melalui smartphone, dan terdapat 353 juta nomor seluler aktif. Dari segi pelaku usaha, sebanyak 94% telah menggunakan internet, dengan mayoritas menggunakan platform Android (92%) dan sisanya iOS (Apple).

Merza menyatakan bahwa hal ini membuktikan bahwa industri telekomunikasi, khususnya operator seluler, telah menjadi penunjang yang sangat baik bagi industri lainnya.

Contohnya, pada tahun 2022, transaksi e-commerce mencapai US$ 55,9 miliar atau sekitar Rp 750 triliun. Sedangkan pemesanan makanan online dalam periode yang sama mencapai US$ 1,4 miliar atau lebih dari Rp 20 triliun, mengalami pertumbuhan sebesar 26,3% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

“Angka-angka tersebut belum mencakup konten video, musik, dan hal-hal lain yang dihasilkan oleh media sosial,” tambahnya. “Dengan demikian, industri telekomunikasi memiliki peran yang sangat besar dalam menggerakkan sektor ekonomi lainnya. Bahkan lebih fantastisnya, 86% dari semua transaksi tersebut dilakukan melalui pembayaran online,” ungkap Merza.

Perkembangan Infrastruktur Telekomunikasi dan Tantangan yang Dihadapi

Dengan peningkatan penggunaan smartphone dan tarif data yang terjangkau, layanan pembayaran online semakin diminati oleh masyarakat. Layanan seperti m-banking, virtual account, QRIS, dan lainnya semakin populer. Pada tahun 2022, terdapat sekitar 400 hingga 500 juta transaksi per bulan, demikian yang disampaikan oleh Merza.

Berkat peran operator seluler, ekonomi digital di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat baik. Total nilai ekonomi digital yang berputar di Indonesia mencapai lebih dari Rp 4000 triliun.

Namun demikian, Merza mengungkapkan keprihatinannya terhadap bisnis di industri seluler yang menjadi penunjang bagi banyak sektor ekonomi, namun kondisinya cenderung stagnan.

Dalam dekade terakhir, jumlah operator seluler di Indonesia menurun dari 11 menjadi hanya 4. Ironisnya, jumlah pemain yang berkurang tidak meningkatkan pangsa pendapatan.

Pada tahun 2022, pendapatan operator hanya tumbuh sebesar 1,8% sampai 2%. “Industri seluler saat ini menghadapi tantangan kontradiktif karena laba cenderung stagnan. Meskipun ekonomi yang dijalankan melalui platform yang digunakan oleh pengguna internet tumbuh dengan pesat, operator telekomunikasi malah mengalami kesulitan,” ungkapnya.

Indikator-indikator ini seharusnya menjadi pertanda bahwa ada perbaikan yang harus dilakukan dalam sektor telekomunikasi, terutama dalam hal penyelenggara telekomunikasi, dan lebih spesifik lagi, operator seluler, sebelum terjadi krisis yang lebih parah.

Merza mendorong pemerintah untuk serius memperhatikan pengembangan infrastruktur telekomunikasi, karena tidak mungkin sepenuhnya mengandalkan swasta.

Untuk menjaga kelangsungan usaha, Merza menyatakan bahwa manfaat pajak yang diperoleh dari ekonomi digital seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi. “Beban pembangunan infrastruktur telekomunikasi harus dibagi antara pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.

“Terdapat triliunan dana yang berputar melalui platform telekomunikasi, oleh karena itu beban biaya tetap operator yang bersifat regulasi seharusnya diturunkan. Beberapa kewajiban yang diberlakukan pada operator seharusnya dihapus agar industri telekomunikasi di Indonesia dapat tumbuh secara sehat,” pungkas Merza.

Merza tidak berlebihan dalam pernyataannya, karena beban yang harus ditanggung oleh penyelenggara telekomunikasi saat ini tetap tinggi, sementara pendapatan mereka terus mengalami pertumbuhan yang kecil. Salah satu contohnya adalah beban regulasi.

Menurut data Selular, beban regulasi yang harus ditanggung oleh operator seluler di Indonesia tergolong tinggi, yaitu sekitar 20% – 25% dari total biaya operasional atau operating expenses (Opex).

Beberapa beban regulasi tersebut termasuk BHP frekuensi, BHP telekomunikasi, dan BHP USO. Besarnya beban yang harus dibayarkan oleh operator seluler berkontribusi pada peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Komunikasi dan Informatika setiap tahunnya.

Pada tahun 2018, PNBP Kementerian Kominfo mencapai Rp 21,3 triliun, dan jumlah tersebut terus meningkat menjadi Rp 25,4 triliun pada tahun 2021. Mayoritas PNBP tersebut disumbangkan oleh penyelenggara telekomunikasi, terutama operator seluler yang saat ini sedang menghadapi kesulitan.

Sumber: SELULAR.ID